www.kegawarrior.com

Selasa, 18 Mei 2010

Waspadai Perampas Masa Depan Anak ANDA!


SUNGGUH mencengangkan hasil survei yang dilakukan Lembaga Asosiasi Selamatkan Anak Indonesia yang menemukan 100 persen dari 961 siswa SMP di Kota Jakarta, Palembang, dan Karawang pernah bersentuhan dengan pornografi. Ironisnya 40 persen anak-an,ak "menikmati santapan" tentang pornografi di rumah dan 68 persen masih aktif mengakses pornografi. Artinya, rumah bukan lagi tempat aman bagi anak-anak dan hal ini sekaligus penegasan bahwa kita harus waspada terhadap perampas masa depan anak kita. Pertanyaannya, apa perampas masa depan anak itu?

Pertama, pornografi. Belum lama ini Indonesia kembali digegerkan dengan kasus mutilasi dan sodomi yang dilakukan Baikuni alias Babe. Jika ditelusuri akar penyebab utamanya, tiada lain kebiasaan mengonsumsi pornografi. Menurut Tatty Elmir, Ketua II Asosiasi Selamatkan Anak Indonesia, pada 2008 terdapat kurang lebih,2.ooo video porno dengan local content pelajar Indonesia dan meningkat dua kali lipat pada 2009. Selain itu yang perlu diwaspadai adalah game, komik, dan buku bacaan anak yang berisi pornografi.

Kedua, seks bebas. Hasil survei Lembaga Asosiasi Selamatkan Anak Indonesia menunjukkan, 93,73 persen remaja melakukan pacaran dengan cara berciuman, petting, dan oral seks. Dari 405 kehamilan yang tidak direncanakan, 95 persen dilakukan remaja 15-25 tahun. Angka kejadian aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus, 1,5 juta di antaranya dilakukan remaja. Selain itu, laporan yahg dilansir Annisa Foundation 2008 menunjukkan, 42,3 persen pelajar siswa SMP dan SMA di salah satu kota di Jawa Barat melakukan hubungan seks yang pertama saat duduk di bangku sekolah. Sekitar 21-30 persen remaja di Jakarta, Bandung, Yogyakarta melakukan seks pranikah.

Ketiga, narkoba. Di Indonesia tiap hari 40 anak bangsa mati sia-sia karena narkoba. Laporan Komisi Perlindungan Anak 2007 menyebutkan, terjadi peningkatan pengguna narkoba pada anak-anak sebesar 1,360 persen. Badan Narkotika Nasional melaporkan, 32 persen dari total 3,2 juta pengguna narkoba dan obat terlarang secara nasional adalah pelajar dan mahasiswa (1.037.682 orang). Selain itu, 33 persen remaja kecanduan rokok dan dampaknya 57.000 orang per tahun mengembuskan napas terakhirnya.

Keempat, televisi. Fakta menunjukkan, 1.500 jam setahun dihabiskan anak-anak Indonesia untuk menonton televisi. Sebanyak 67 jam infotainment ditayangkan setiap minggu dan sangat sedikit waktu yang diberikan TV untuk acara anak-anak (bahkan ada stasiun televisi yang tidak menayangkan program anak). Pada beberapa kasus terdapat korelasi signifikan antara tayangan televisi yang ditonton anak dengan tindak kekerasan (bullying) terhadap
anak-anak di tempat belajar formal alias sekolah.

Lantas, bagaimana solusinya? Tatty Elmir menyajikan beberapa resep efektif yang dapat dilakukan guru di sekolah seperti mengefektifkan pembinaan iman dan takwa pada hari tertentu (misalnya Jumat/ Sabtu). Mengembalikan standar nilai-nilai baik-buruk kepada prinsip/dalil agama dengan bahasa yang lugas. Lebih fokus dalam pendidikan akhlak, termasuk hal-hal yang kerap disepelekan seperti konsep muh-rim, aurat, dan pergaulan yang diridai Allah SWT. Guru harus berani melakukan razia handphone dan tas rutin 1-2 kali/bulan pada hari yang tidak diketahui siswa dan bila perlu berkoordinasi dengan kepolisian. Lakukan penyuluhan berkala dengan mendatangkan ahli.

Upayakan guru selalu datang lebih awal untuk menyambut murid di pintu gerbang sekolah/kelas, agar tahu wajah anak yang sehat dan yang bermasalah sebagai deteksi aini. Jangan sungkan membuat kontrak belajar dengan siswa, agar siswa tahu hak dan kewajiban, dan menerima risiko hukuman tegas jika melanggar. Pastikan sebelum pulang, kelas dalam keadaan terkunci. Banyak kasus seks bebas/video porno pelajar, dilakukan di kelas/area sekolah ketika sekolah bubaran.

Bagi orang tua, mulailah perubahan itu dari diri sendiri, dengan meyakini pendidikan yang efektif itu bukan melalui bahasa tutur, melainkan bahasa tubuh dengan perbuatan sebagai teladan. Tanamkan pendidikan agama sejak dini, bukan hanya aktivitas ritual semata, tetapi berikut dengan nilai-ni-
lai dan makna ritual itu sendiri. Kembalikan standar baik-buruk kepada prinsip-prinsip agama. Biasakan salat jamaah dalam keluarga, dan mendiskusikan setiap situasi perkembangan zaman dan masalah-masalah pribadi menjadi masalah/beban keluarga. Jangan pernah merasa mendidik itu in-stinktif, jadilah orang tua yang mau belajar, bagaimana seharusnya menjadi orang tua, dengan cara ikut kelompok kajian atau pelatihan parental. Jadilah orang tua yang gagah teknologi (bukan gagap teknologi). Belajar memahami perasaan anak dengan cara ikut aktif melibatkan diri dalam berbagai kegiatan anak. Ketahuilah apa isi handphone, tas, dan kamar anak dengan bijak. Jadikan anak sebagai sahabat curhat.

Ketahui apa yang diakses anak di dunia maya bila perlu pelajari game yang mereka mainkan. Tempatkan kompu-ter/akses internet di ruang keluarga dengan layarnya yang menghadap ke tempat anggota keluarga berlalu lalang agar siapapun dapat memantau apa yang diakses anak. Luangkan waktu rutin rekreasi keluarga. Ajak anak membuat sendiri jadwal hariannya dengan kesibukan positif yang mereka inginkan dan sukai.

Akhir kata, kita harus proanak dalam memberikan perhatian, proteksi, dan bantuan untuk mengantisipasi sepak terjang perampas masa depan anak. Kapan harus dilakukan? Lebih cepat lebih baik, oleh karena itu lanjutkan!***

Penulis, Dosen Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini dan Sekolah Pascasarjana UPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar